Home » » Catatan Perjalanan Lapandewa (1)

Catatan Perjalanan Lapandewa (1)

Written By Unknown on Kamis, 28 Februari 2013 | 11.21

Tolak Pemekaran, Warga Kembangkan Potensi Desa 

MENDAKI melintas bukit… menatap jalan setapak…  bertanya-tanya sampai kapankah berakhir…? Sebait lagu Mahameru yang dinyanyikan grup band Dewa 19 seolah menggambarkan suasana ketika menapaki jalan berbatu dan tanjakan, saat berkendara roda dua menyusuri kawasan pertanian yang berada di puncak bukit Desa Lapandewa.

DIANA THAMRIN, LAPANDEWA

DESA Lapandewa merupakan desa tertua sekaligus desa adat para sesepuh secara turun temurun sejak jaman Kerajaan dan Kesultanan Buton pada tahun 948 Masehi. Sebagai desa yang menyimpan legenda era Kerajaan Buton, maka desa yang dihuni sekitar 2.000 jiwa ini, ingin mempertahankan eksistensi sebagai desa adat. 

Menurut salah seorang keturunan Tokoh Adat Lapandewa, Harisun, desa adat Lapandewa kaya akan sumber daya alam yang mengandung minyak bumi dan hasil tambang.Sementara di wilayah desa ini terdapat kawasan hutan adat seluas sekitar 1000 hektar, yang hingga kini masih terjaga, terawat dan dilestarikan oleh warga desa.
Letak geografis desa Lapandewa berada di dataran tinggi dengan hamparan perbukitan yang luas, sehingga cuaca terasa cukup sejuk pada siang hari dan sangat dingin saat malam hari. Selain terdapat kawasan hutan adat, warga desa saat ini juga tengah mengembangkan lahan pertanian mereka untuk dijadikan kawasan wisata pertanian atau dikenal dengan istilah agro wisata.

Berdirinya Kelompok Tani/Nelayan Kaombo Labukutorende sebagai wadah masyarakat desa bersatu padu membangun desa tercinta, dengan bercocok tanam baik tanaman jangka panjang maupun pendek seperti jambu mete, kelapa, bawang merah, sayur-sayuran, tomat serta buah jeruk manis Kaombo. Warga desa telah mampu mandiri dalam kelompok tani tanpa mengandalkan bantuan pemerintah.

Seperti diungkapkan Kepala Desa Lapandewa, Arif Jau Sag, kelompok tani/nelayan Kaombo Labukutorende yang dibinanya ini telah banyak menjalankan program atau kegiatan bernilai edukatif bagi warga desa. Keberadaan kelompok tani telah memotivasi warga untuk giat membangun desa dengan swadaya sendiri, contohnya dengan pemberdayaan secara ekonomi bagi warga desa.

Salah satu program kelompok tani di bidang ekonomi yang cukup berhasil adalah koperasi simpan pinjam. Sejak didirikan pada 7 Juni 2010 diketuai Harisun, beranggotakan 45 orang dengan modal awal simpanan sebesar Rp 237 ribu, saat ini keanggotaan berkembang pesat dengan 164 orang dan dana swadaya yang telah dimanfaatkan mencapai Rp 240 juta. Dana ini dimanfaatkan warga desa untuk membangun fasilitas dan infrastuktur seperti balai tani dan jalan desa yang menghubungkan ke lahan pertanian warga. 

Dari puncak bukit Lapandewa dengan ketinggian kurang lebih 200 meter dari permukaan laut tepatnya di areal pertanian warga, disinilah mimpi dan angan-angan warga dimulai. Tak hanya menjadikan kawasan ini sebagai mata pencaharian di sektor pertanian, namun warga juga berkeinginan  mengembangkan potensi kawasan ini sebagai agro wisata.
Rasanya tak berlebihan impian tersebut jika melihat suasana alam desa ini. Kawasan puncak bukit Lapandewa tempat warga bercocok tanam, sejauh mata memandang hamparan laut luas dan panorama teluk Lapandewa seakan menyihir untuk tinggal lebih lama disini. Belum lagi udaranya sangat sejuk, angin yang bertiup tidak terlalu kencang membuat mata serasa ingin terpejam.

Setelah puas menikmati  suasana pedesaan yang menyuguhkan pemandangan alam dan laut dari kawasan perbukitan, bentangan laut dengan hamparan pasir putih telah menanti di bawah. Selain menjadi sumber mata pencaharian bagi warga desa yang menjadi nelayan, potensi wisata bahari tak kalah indah menyuguhkan pesona panorama lautnya. Membuat siapapun yang berkunjung ke tempat ini pasti ingin kembali, meski  harus melewati medan yang cukup sulit untuk mencapai kawasan pantai. 

Kendati  akses jalan telah dibuka dengan upaya swadaya warga desa belum lama ini, tapi kondisi jalan masih berupa jalan bebatuan cadas yang cukup tajam. Sehingga hanya memungkinkan untuk dilalui kendaraan roda dua jenis trail. Saat ini warga sedang mengupayakan agar akses jalan dari kawasan perbukitan ke arah pantai, dilakukan pengerasan sehingga kendaraan roda empat bisa masuk. (bersambung)


Sumber : www.kominfobuton.com


Share this article :

+ komentar + 1 komentar

15 Maret 2022 pukul 07.35

perlu banyak mempublikasikan kekayaan aalam lapandewa yang potensial

Posting Komentar

 
Copyright © 2013. jelajah buthuuni - All Rights Reserved